Kisah Suram Kakatua Sumba

- 12:39 PM

Kisah Suram Kakatua Sumba

 
Hari masih pagi di padang rumput Lokuhuma, Taman Nasional Manupeu Tanah Daru, Sumba Sedang, Nusa Tenggara Timur. Kabut mengambang di lembah-lembah bukit. Embun membasahi rerumputan.
Namun bagi burung-burung, hari telah terlalu terang. “Kita terlalu siang. Kakatua mungkin sudah pergi,” terang Bobby Darmawan, staf Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru.

Kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) tidak lagi terdengar suaranya. Burung paruh bengkok berwarna putih yang dengannya jambul jingga itu sudah melalang buana. Titus masih mencari-cari kakatua sumba.
Kami berdiri di punggung bukit menjadikan mampu melayangkan pandang-an ke segala arah. Pada kerumunan blok hutan di lembah bukit di sisi timur, kakatua jambul jingga menghabiskan malam. Sunyi senyap.
“Itu masih ada kakatuanya. Bertengger, lima ekor,” tutur Titus. Matanya begitu awas. Lima kakatua yang telah di sebutkan bertengger diam di cabang pohon marra (Trameles nudiflora). Bobby menuturkan pohon ini kesukaan kakatua jambul jingga.
“Pohonnya besar, menjulang dan kayunya tidak terlalu keras,” terangnya, “cocok untuk bersarang di lubang pohon.”
Pagi itu, pendengaran Bobby yng peka mampu mengenali aneka macam jenis burung. Seekor burung yng terbang melintas cepat, sambil bersiul semisal peluit panjang. “Itu Nuri pipi merah.” Cuma bunyi; sementara nuri pipi merah itu segera tenggelam dalam tetajukan pohon. Bobby menuturkan bahwasanya di padang rumput pula ada paok la’us (Pitta elegans). “Tadi ada suaranya,” ujarnya.
Lokuhuma cuma satu dari sekian banyaknya tempat pengamatan burung di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Tidak jauh dari situs ini, tepat di jalan raya antara Waikabubak – Waingapu terdapat Langgaliru.
Tempat ini berada di tepi jalan raya, serta kerap disebut kilometer 68-72. “Di tepi jalan biasa dilakukan pengamatan burung.” Yang dengannya menyelisik tajuk hutan yng lebat, pengamat Suka mencari-cari aneka burung di Langgaliru.
Bobby mengisahkan, pengamat burung asing kerap mengunjungi taman nasional. Di Lokuhuma, para pecinta burung liar mengamati kakatua jambul jingga. “Setelah ketemu, ya pergi.”
Dua ekor kakatua yng terbang di sekeliling lembah - Foto courtesy : gottatwitchemall.blogspot.com

Pada era 1970-1980, kakatua subspesies Sumba ini masih tidak sedikit dijumpai. “Dulu dianggap sebagai hama tanaman jagung oleh masyarakat,” imbuh pria berambut abu-abu ini.
Saat ini jumlah kakatua sumba sudah menyusut. Lembaga persatuan konservasi alam dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan status kritis terancam punah bagi kakatua sumba. Sementara konvensi dunia CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). memasukkan kakatua ini dalam daftar apendiks I. Pengertiannya, kakatua sumba hasil tangkapan di alam dilarang diperjual-belikan.
Bentang alam Lokuhuma berupa bukit-bukit padang rumput yang dengannya bercak-bercak hutan di lembah serta puncak bukit. Blok-blok vegetasi ini dia yng membuat mudah pengamatan burung. Cuma yang dengannya duduk serta menunggu di puncak bukit, burung-burung mampu dilihat yang dengannya gampang.
Pada tatkala kemarau, kebakaran Suka melalap padang rumput. Tatkala itulah burung-burung elang terbang di angkasa mencari mangsa. “Kalau kebakaran, elang mudah dilihat. Mungkin karena rumputnya habis, elang mudah mencari mangsa,” ungkap Bobby.
Malah hari itu, beberapa elang mengapung di angkasa. Meliuk-liuk.
Semisal ditulis oleh Agus Prijono bagi atau bisa juga dikatakan untuk National Geographic
Produk khusus penangkaran omkicau

Tulisan atau artikel Terkait



Sumber rujukan dan gambar : http://www.agrobur.com/2014/12/kisah-suram-kakatua-sumba.html.

Seputar Kisah Suram Kakatua Sumba

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Kisah Suram Kakatua Sumba